Selasa, 07 Juli 2015

Montor Mabur

Montor Mabur begitu aku menyebutnya ketika masih kecil yang artinya mobil yang bisa terbang, orang-orang menyebutnya pesawat terbang.
Alat transportasi ini memang bisa dibilang cukup mengagumkan, bayangkan besi ber-ton2 beratnya bisa terbang, meski bisa dijelaskan secara ilmu fisika, namun menurutku ini alat transportasi yang cukup keren.

Dulu waktu masih SMP, bu Guru bertanya padaku "Apa yang tidak boleh dilakukan di dalam pesawat?" aku menjawab dengan polosnya "Tidak boleh membuka jendela". Bu Guru tertawa terbahak-bahak, aku jadi bingung, kata bu Guru "Hahaha, kamu belum pernah naik pesawat ya, besok kalau sudah naik pesawat kamu akan tahu bahwa jendela pesawat memang tidak bisa di buka"
Teman-teman sekelas tidak ada yang tertawa karena dari mereka memang belum ada yang pernah naik pesawat. maklum di jaman itu kami termasuk golongan yang belum cukup dikatakan mampu.

Pengalaman pertama naik pesawat cukup deg-degkan juga, untung paginya cerah, jadi penerbangan cukup lancar. Penerbangan ke Jakarta, pagi hari, melihat matahari pagi, awan, baca koran atau majalah dan sarapan di udara ini pengalaman yang cukup menyenangkan. Di dalam pesawat kita akan diberi sarapan, minumannya boleh pilih, ada beberapa jus, susu, kopi atau teh, pramugari yang baik hati akan menyiapkannya untuk anda.
Ternyata naik pesawat tidak murah sodara, apalagi kalau weekend.
Sesampainya di Jakarta, bandaranya besar banget ternyata, jalannya juga cukup jauh, tapi ada semacam eskalator di jalan datar di dalam bandara jadi ga capek, tinggal berdiri disitu ga usah jalan, hehehe.
Dari bandara udah dijemput sopir jadi enggak bingung.

Tapi waktu mau pulang ke Semarang nah itu perjuangan sekali, mulai dari kesasar di bandara karena bandara Soeta itu luas banget, datengnya gampang, mau perginya yang sulit. Karena bingung akhirnya makan dulu di bandara, biar ga hipoglikemi ini otaknya.
Menuju Semarang hujan, waaaooo, agak mengerikan naik pesawat di kala hujan, terdengar gesekan awan dengan badan pesawat, pesawat yang sampai miring-miring, aduhh maak, berdoa bisanya..
Akhirnya sampai di bandara Ahmad Yani, kita belum boleh turun dari pesawat, padahal pesawatnya udah landing.

Nunggu hampir sejam di pesawat, padahal bapak udah njemput di luar. Akhirnya di perbolehkan turun sambil diberi payung satu persatu penumpangnya. Hujan cukup lebat, bandara aja sampai banjir. Pesawat yang akan berangkat jadi delay semua, hehehe.
Akhirnya aku sudah dijemput, tapi yang njemput sekeluarga, ampuun deh kaya habis umroh aja dijemput banyak orang. Semoga suatu saat saya bisa mengajak seluruh keluarga saya naik pesawat.



Selasa, 09 Juni 2015

Pengobatan Gratis

Pengobatan Gratis adalah salah satu kegiatan rutin saya, dulu sudah pernah janji sih sama Tuhan, kalo saya jadi dokter saya akan menjadi alat Tuhan untuk menyembuhkan jutaan orang. Karena itu pengobatan masal atau pengobatan gratis ini adalah salah satu cara (media) untuk mengamalkan ilmu dan menyalurkan berkat kebaikan hati Tuhan.

Tapi dokter juga tidak mungkin sendirian, ada Tim yang kuat dan solid, serta tanpa pamrih yang berjuang keras untuk terwujudnya setiap acara ini.

Setiap perawat, bidan, administrasi, sie perlengkapan dan Farmasi dari Tim "BP Ayem". dulu namanya demikian, sekarang karena BP kami menjadi klinik BPJS maka berubah menjadi Klinik Pratama Ayem.
didirikam sejak tahun 2011 bulan april kalo ga salah, saya mulai bergabung pada tahun 2012 hingga sekarang.

Sebenarnya saya sudah berkeliling di klinik Gereja semenjak 2 tahun setelah saya lulus dokter, cuma disini saya yg paling awet. hihihi. Disini dibawah naungan GKJ Tlogosari Semarang. dan warga jemaatnya banyak yang pekerjaannya dibidang medis sehingga mempermudah jalannya pengobatan gratis. pengobatan Gratis diadakan 2x setahun.

Pengobatan Gratis di daerah Demak, Jawa tengah
cuacanya panas banget. sekitar 100pasien



Pengobatan Gratis, Cek Gula darah Gratis untuk 100pasien dan penyuluhan
Bersama Tim Klinik Pratama Ayem. Pasiennya banyak banget disini 200an. gempor nih tangan nulis resep, hihihi, tapi seneng



Pengobatan Gratis daerah Condrorejo bersama Tim Klinik Pratama Ayem, Semarang
Kawasannya deket rumah Tlogosari, dulunya kawasan banjir, peserta sekitar100-150pasien


Jumat, 27 Maret 2015

Survive di Era Antibiotik

Ditulis berdasarkan keprihatinan saya terhadap penggunaan antibiotik yang seperti kacang, asal telan kalo suka asal berhenti kalo suka, sok pinter beli obat sendiri layaknya sedang main dokter2an  

Seorang ibu datang memeriksakan anaknya yang berusia 4 tahun karena batuk pilek yang tak kunjung sembuh. Sang ibu mengatakan bahwa anaknya sudah minum obat antibiotik yang dibeli dari apotek, kata sang ibu “ini lho dok obat yang saya beli di apotek, obatnya mahal 1 tabletnya seharga tiga puluh lima ribu. Dulu waktu saya sakit saya diberi resep ini, lalu anak saya juga saya beri obat ini tapi dosisnya setengah”. Betapa kagetnya saya ketika saya lihat obat itu, obat itu berisikan levofloksasin, antibiotik golongan quinolon yang tidak aman untuk anak-anak.

Resistensi Antibiotik
Resistensi antibiotik adalah suatu keadaan dimana suatu jenis bakteri dalam tubuh manusia menjadi kebal sehingga tidak responsif terhadap antibiotik. Resistensi ini dapat berkembang secara alami melalui mutasi genetik pada bakteri atau bisa juga terjadi akibat pemakaian antibiotik yang tidak tepat.
Setelah gen resisten dihasilkan, bakteri tersebut dapat mentransfer informasi genetik pada bakteri lainnya melalui pertukaran plasmid. Mereka kemudian akan mewariskan sifat itu kepada keturunannya sehingga akan menjadi generasi resisten. Bakteri tersebut dapat memiliki satu atau lebih gen resistensi, bila satu kelompok bakteri memiliki kekebalan lebih dari satu antibiotik maka disebut bakteri multiresisten.
Resistensi antibiotik merupakan masalah yang sulit dalam dunia medis. Pengobatan untuk pasien menjadi lebih sulit ketika pasien tersebut terinfeksi bakteri yang resisten antibiotik. Beberapa jenis bakteri saat ini mampu menghasilkan enzim yang membuatnya jadi resisten terhadap antibiotik sehingga dapat menghancurkan kerja antibiotik. Akibatnya bakteri yang memiliki kekebalan kemudian dengan cepat berkembang biak dan menghasilkan koloni baru yang makin sulit dilumpuhkan. Karena itu para ahli berusaha membuat obat-obatan yang mampu menghambat produksi enzim tersebut agar antibiotik dapat semakin efektif.

Penyebab Resistensi Antibiotik
Penyalahgunaan antibiotik adalah penyebab umum resistensi antibiotik, misalnya penggunaan antibiotik untuk infeksi virus. Banyak orang yang menganggap antibiotika sebagai obat yang mampu menyembuhkan segala macam penyakit. Banyak pasien berharap atau meminta dokter untuk meresepkan antibiotik ketika terkena flu dan pilek. Padahal, antibiotik hanya untuk mengobati infeksi bakteri, bukan infeksi virus. Antibiotik hanya diperlukan bila sakit batuk pilek sudah ditumpangi infeksi sekunder oleh bakteri. Sebagian besar flu sebenarnya tidak memerlukan antibiotik.
Seperti halnya kasus diatas, masyarakat awam pun terbiasa mengonsumsi antibiotika dengan mudahnya hanya karena sedang menderita batuk, pilek, demam, diare atau gejala ringan lain yang sama sekali belum ditegakkan diagnosis klinisnya. Padahal gejala ringan seperti itu sebenarnya bisa diatasi dengan istirahat yang cukup, asupan nutrisi yang baik, dan dengan obat-obatan simptomatis untuk mengatasi gejala penyakit.
Selain itu, masyarakat juga sering menganggap sepele pemakaian antibiotika. Kebiasaan masyarakat yang tidak meminum antibiotika sampai tuntas karena merasa sudah sembuh. Misal, seorang pasien yang mendapat antibiotika sebanyak 15 tablet untuk pengobatan selama 5 hari, ternyata hanya mengonsumsi antibiotika untuk 2 hari saja karena merasa dirinya sudah sehat. Dosis antibiotik harus dihabiskan secara penuh, bila berhenti meminum antibiotik sebelum waktunya maka beberapa bakteri yang masih hidup akan menjadi resisten terhadap pengobatan antibiotik di masa depan.
Penggunaan antibiotika yang sembarangan merupakan faktor penyumbang terbesar terjadinya resistensi antibiotika. WHO juga menyebutkan kualitas obat-obatan yang rendah, program pencegahan dan pengendalian penyakit yang lemah juga mempercepat penyebaran resistensi antibiotika. Hal ini diperparah lagi dengan rendahnya tingkat penemuan antibiotika baru untuk membunuh bakteri yang resisten. Jika keadaan ini terus berlanjut, maka dapat dipastikan akan banyak penyakit yang tidak dapat disembuhkan di masa mendatang.

Dampak Resistensi Antibiotik
Masalah resistensi antibiotik terjadi oleh karena pemberian antibiotik yang tidak sesuai indikasi, dosis tidak adekuat, kombinasi antibiotik yang tidak perlu, serta antibiotik profilaksis yang tidak perlu. Resistensi antibiotik mengakibatkan pembiayaan yang besar, bayangkan ketika flu biasa diobati dengan antibiotika berlebih, hal ini menimbulkan resistensi. Adanya resistensi ini mendorong dokter untuk meningkatkan dosis, apabila peningkatan dosis ini tidak direspon baik oleh pasien maka akan timbul efek samping obat.
Adanya resistensi antibiotik dapat memperpanjang durasi sakit serta meningkatnya kematian. Ketika seharusnya pasien yang dirawat inap di rumah sakit sembuh dengan pemberian antibiotika standart selama 4 sampai 5 hari, karena tidak responsif terhadap antibiotika maka terkadang dokter harus mengganti antibiotik lain dengan durasi yang sama. Dokter cenderung harus menggunakan antibiotik yang lebih kuat dan lebih mahal untuk pasien tersebut. Tak jarang memburuknya kondisi pasien akibat infeksi berat karena tidak responsif terhadap berbagai macam antibiotik sehingga harus berakhir pada perawatan di ruangan ICU (intensive care unit).

Pencegahan Resistensi Antibiotik
Resistensi antibiotik pada bakteri bisa dikurangi dengan pemakaian antibiotik secara bijaksana dan rasional. Baik dokter maupun pasien dapat ikut berperan dalam mengurangi penyalahgunaan antibiotik. Antibiotik hanya digunakan ketika infeksi bakteri telah terjadi. Tanda inflamasi (peradangan) seperti demam belum tentu menunjukkan adanya suatu infeksi, ketika seorang anak tumbuh gigi juga terkadang badannya terasa hangat. Adanya infeksi dalam tubuh juga belum tentu infeksi bakteri sehingga penggunaan antibiotik bisa ditunda apabila tanda-tanda infeksi bakterial belum jelas.
Pemakaian antibiotik untuk infeksi virus bukan hanya membuang-buang biaya, tetapi dapat berefek meningkatkan resistensi antibiotik. Penyakit seperti batuk, pilek dan diare pada umumnya tidak memerlukan antibiotika karena disebabkan oleh virus sehingga dapat sembuh dengan sendirinya asal kondisi kekebalan tubuh pasien baik.
Penggunaan antibiotika harus sesuai dengan dosis dan jangka waktu yang diresepkan. Antibiotika yang diberikan kepada pasien telah dirancang untuk menyelesaikan satu episode pengobatan, setiap pasien harus menyadari bahwa antiobiotik harus tetap diminum sampai habis meskipun gejala-gejala penyakit sudah hilang. Jika anda tidak meminumnya dengan tuntas maka bakteri yang tidak mati karena antibiotika akan terus hidup dan berkembang menjadi bakteri resisten sehingga saat diberi antibiotika yang sama, anda tidak akan sembuh karena bakteri penyebab infeksi telah menjadi kebal.
Penggunaan antibiotika harus sesuai dengan petunjuk Dokter, terutama pengobatan untuk pasien dalam kondisi khusus, anak-anak, lansia, ibu hamil dan ibu menyusui. Dokter anda akan memilihkan antibiotik sesuai dengan kondisi sakit anda sehingga aman dan efektif. Apabila anda memiliki suatu alergi terhadap antibiotika, ingatlah jenis antibiotika tersebut dan ingatkan pada dokter kalau anda memiliki alergi terhadap obat tertentu. Dokter akan memberikan alternatif pengobatan yang sesuai dengan kondisi sakit anda.
Jangan sembarangan mengonsumsi antibiotika apalagi membeli antibiotika secara bebas tanpa resep dokter. Belilah antibiotika yang sudah diresepkan pada anda di apotek agar terhindar dari resiko membeli obat palsu atau obat yang tidak berkualitas. Saat menebus resep di apotek, tanyakan kepada apoteker manakah obat yang mengandung antibiotika.
Jika antibiotika yang anda minum telah habis segera hubungi Dokter. Jangan langsung membeli antibiotika berdasarkan resep dokter terdahulu, karena kondisi sakit anda yang sekarang jelas berbeda dengan kondisi sakit anda yang terdahulu.

Pencegahan resistensi antibiotik yang efektif adalah dengan mencegah penularan infeksi baik oleh masyarakat ataupun oleh tenaga medis di rumah sakit. Apabila infeksi tidak ditularkan ke orang lain maka secara tidak langsung pemakaian antibiotik akan terbatas.

Masuk Surat Kabar, media massa dan Sastra

Dahulu kala saya bercita-cita ingin jadi penulis juga, berkali-kali saya menulis cerpen ehhh, ga ada majalah yang tertarik nampilin karyaku, padahal aku ga minta bayaran, cuma pengen karyaku dipasang di majalah atau koran....
Seiring berjalannya waktu.....
Sehabis jaga malam, saya di undang ikut acara bakti sosial di sebuah Gereja di kota Semarang acara paskah, kebetulan ada pengobatan gratisnya. Saya pikir waktu saya di foto2 itu buat dokumentasi biasa. Keesokan harinya temen saya menelfon saya, kalau saya masuk koran. saya langsung cepet-cepet beli koran Suara Merdeka deh, kubolak-balik halamannya, dan jeng..jeng fotoku yang habis jaga malam, hahahahaaa, tapi untungnya fotonya hitam putih, jadi aku ga kelihatan kucel apa kaya kurang tidur kan, hihihi

Setelah itu, Ini pertama kalinya ada ulasan tentang saya di koran, agak bangga sih, hehehehe, waktu itu saya masih berumur 26 tahun dan disitu lengkap ada data saya semua, haahhaa.

Ini foto saya waktu sebelum saya masuk rumah sakit, masih cantik, wkwkwkwk, mungkin karena belum ketempelan kuman-kuman rumah sakit, hehehe bercanda, di sebuah majalah lokal, rutin mengisi artikel di majalah ini, kadang inget kadang enggak, Nek ga inget paling ya pak Bayu sang marketing sekaligus pemimpin redaksi akan mengoyak2 agar artikel segera dijadikan

Akhirnya bakat sastraku ada yang menampung juga, hehehee, sekarang ketika menulis artikel, saya dibayar, ga banyak sih, yang penting bakat saya tersalurkan, Terimakasih Tuhan

 menjadi Tim P3K saat expo HUT GKJ di daerah salatiga, susu kambingnya enak banget waktu expo, banyak dijual makanan, kesenian dan berbagai hal yg unik2 dari tiap daerah

ini foto saat saya mengisi ceramah di klinik tumbuh kembang anak di RS swasta di Semarang

Launching Product

Sebenarnya cita2 saya dulunya itu pengen masuk jurusan sastra inggris supaya saya bisa jadi pemandu wisata ketemu banyak orang baru, dengan pekerjaan yang santai dan menyenangkan
Tapi kenyataan berkata lain, karena ternyata saya tidak boleh kuliah kalau tidak di fakultas kedokteran, bapak saya juga pede banget nyuruh kuliah padahal keluarga kami kan pas2an jaman itu. 
Akhirnya ya udah dari pada ga kuliah

Ternyata setelah lulus semua aktifitas yang saya impikan dahulu di sastra malah bisa saya dapatkan satu persatu dengan lumayan mudah. Saya bisa jalan-jalan, bertemu banyak orang, saya bisa menulis di majalah lokal, saya bahkan pernah masuk koran, bahkan saya pernah jadi penyiar radio dadakan di kota Jepara.
Suatu hari saya dapat undangan launching suatu produk cairan isotonik. dari gambarnya bisa ketahuan prodaknya, haahhaaa, bukan bermaksud iklan sih

Saat jaga beberapa kali ini saya kadang di datengin marketing dari produk tersebut dan dapat free sampel. hihihii itu yang saya suka, secara saking banyaknya pasien terkadang suka lupa minum, apalagi kalo minumnya mesti ngambil di kamar jaga dokter. Aduhh maak repotnya....
Saya ucapkan terimakasih diundang di acara tersebut, ternyata yang datang bukan cuma dari kalangan medis, saya ketemu rekan-rekan dari pendidikan dan olah raga. Kebetualan yang semeja dengan saya adalah atlet, masih remaja begitu. Saya senang bisa berkenalan dengan dunia baru, orang-orang baru dan profesi2 yang luar biasa lainnya...

Rabu, 25 Maret 2015

Lost in Jakarta

Ini kedua kali saya ke Jakarta. Terakhir kali saya ke jakarta seinget saya, dulu... dulu sekali... waktu piknik SMP, hehehee, sekarang bisa nostalgia lagi. 
Kebetulan saya sedang ada acara di daerah Mega Kuningan, Ritz Carlton Hotel acaranya sih 2 hari jadi harus menginap. Cuma kalo nginep disitu jadi inget kejadian tahun 2009, tragedi bom kalo ga salah. Sebenernya pengamanannya disitu bisa dibilang cukup ketat sekali, mulai dari depan hingga di dalam gedung. Sebenernya ga masalah juga kalo saya harus nginep disitu tp harganya itu loo ,,,


Jadilah saya menginap di Grand Sahid Jaya, ternyata ini hotel bintang lima, hihihi. Tempatnya bisa dibilang cukup nyaman, dengan nuansa coklat kayu, tradisional Indonesia banget tp dikemas secara profesional.
Saya menginap bersama rekan kerja saya dan berkat beliau saya bisa sampai disini. Ini pertama kalinya saya menginap di hotel bintang lima. Agak cenunukan juga waktu ke sini, ke front office untuk check in, kami memesan kamar twin apa ya lupa, hahaha, trus kamarnya ada dilantai 17 apa 18 ya lupa juga. Perasaan paling banter saya nginep paling lantai 3
Dianter bellboy ke kamar, cuma diberi kartu. Saya pikir itu kartu cuma untuk kunci kamar. Ternyata itu juga untuk menyalakan lampu kamar, kubolak balik kartunya di dinding kamar, baru percobaan beberapa kali baru jeng jeng, menyala lah lampu....
Baru pertama saya pakai kunci kamar yang bentuknya kartu, heeee, saya merasa sangat udik disini :D

Ini dia Jakarta dilihat dari kamarku, Langitnya sampai ga kelihatan karena ketutupan gedung2 pencakar langit. Serasa tidur di langit ditemani para bintang. Pagi harinya, Jakarta sepi, sepi, ternyata ini hari minggu. Car free Day ternyata. Pas sarapan di bawah jadi ngeh banyak orang olah raga supaya sehat, aku sih malah makan banyak.... banyak buanggett
Nice Place

Senin, 09 Maret 2015

Obat Konvensional VS Obat Tradisional

Riwayat penulisan ini, dulu waktu kuliah semester akhir, ada mata kuliah pilihan, banyak sih dan boleh milih. waktu itu aku pilih mata kuliah obtrad (obat tradisional). Jadi ya meski aku menginjakkan kaki di dunia medis sebenernya juga tidak menutup mata pada dunia tradisional atau alternatif. Waktu praktek di kaligawe juga sebelah klinik ku juga pengobatan tradisional, sering2 ngobrol juga sama yg empunya klinik. Mungkin jodoh kali ya sama obtrad, untuk lebih jelasnya mari kita bahas perbedaannya...

Obat konvensional adalah obat atau bahan obat yang biasa diresepkan dokter kepada pasien untuk mengobati penyakitnya. Bentuknya bermacam-macam, bisa tablet, kapsul, puyer atau sirup. Obat konvensional ada yang bermerek paten dan ada yang generik, dimana keduanya sama-sama memiliki kandungan bahan aktif obat yang diketahui struktur kimianya.
Obat tradisional, biasa dikenal dengan sebutan jamu, adalah obat yang menggunakan bahan-bahan atau ramuan tumbuhan (herbal), hewan, mineral atau campuran bahan-bahan tersebut. Obat tradisional dipercaya dan digunakan secara turun-menurun dari suatu daerah atau negara tertentu.
Selain obat konvensional, dunia farmasi juga memasarkan obat herbal seperti Euchenecea yang merupakan obat immunostimulator yang berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh. Selain itu bahan madu yang mengandung flavonoid tinggi seperti propolis juga berguna sebagai immunostimulator. Bahan-bahan teh sebagai laksansia memperlancar buang air besar. Jambu dan ekstrak daun jambu dipercaya mempercepat kembalinya jumlah trombosit pada sakit demam berdarah.
Ada juga yang disebut Fitokimia, berasal dari kata “fito” yang berarti tumbuhan dan “kimia”, aneka ragam senyawa yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, jadi di dalam tumbuhan tersebut memiliki kandungan metabolit kimia yang berfungsi sebagai obat. Minyak atsiri  misalnya digunakan sebagai aromatherapy untuk mengatasi pegal, rasa sakit di otot, sakit sendi, detoksifikasi dan bersifat menenangkan. Antibiotika penicilin juga dihasilkan dari sejenis jamur.
Bawang putih yang sehari-hari kita temui di dapur mempunyai berbagai khasiat yang cukup populer, tergantung bentuk sediaan dan cara pakainya. Kandungan kimianya terdiri atas adenosin, tocopherol, aspartat, dan carotene. Ekstraknya banyak digunakan sebagai anti diabetes dan anti alergi. Bila dimakan dalam bentuk bahan segar berkhasiat sebagai anti kolesterol dan anti trigliserid. Bawang putih juga bersifat antibakteri dan antivirus, dipercaya juga sebagai antihipertensi, serta dapat mencegah kanker.
Jahe memiliki kandungan kimia minyak atsiri 2,5-3%. Sebagian besar digunakan masyarakat sebagai rempah-rempah. Jahe digunakan untuk meringankan berbagai gangguan percernaan dan mengaktifkan peristaltik. Dalam bentuk serbuk jahe dapat berfungsi sebagai anti muntah.
Kunyit dengan kandungan kimia curcumin, bermanfaat sebagai anti alergi yang dapat mengurangi keluhan asma, berperan sebagai anti bakteri dan anti inflamasi. Kunyit juga berkhasiat sebagai anti hepatotoksik yang meringankan berbagai gejala liver dan juga sebagai anti hiperlipidema.

Memilih Obat Tradisional
Pada saat ini, masyarakat cenderung beralih dari obat konvensional ke pengobatan tradisional atau jamu. Beberapa pakar tentang obat herbal menyebutkan jika jamu (obat tradisional) memiliki khasiat yang lebih efektif karena dalam satu tanaman obat memiliki berbagai macam kandungan, dimana kandungan tersebut secara sinergis bekerja memulihkan fungsi organ.
Meskipun dalam satu tanaman mengandung berbagai macam komponen obat, dosis masing-masingnya kecil sehingga meminimalkan efek samping serta dapat digunakan untuk jangka panjang. Namun dalam hal ini jamu tersebut harus mengandung bahan-bahan alami tradisional, bukan bahan tradisional yang ditambah obat kimia sehingga menyerupai jamu namun dengan dosis yang berlebihan.
Obat tradisional diklaim bekerja menatasi sumber penyakit, bersifat memperbaiki fungsi-fungsi organ dan menumbuhkan sel-sel yang mati. Dapat digunakan untuk mencegah berbagai penyakit Meskipun data penelitiannya belum ada, obat herbal dipercaya oleh sebagian masyarakat yang enggan menggunakan obat konvensional. Walaupun reaksinya lambat obat tradisional dapat digunakan dalam jangka waktu lama karena bersifat memperbaiki organ-organ yang rusak meski mekanisme spesifiknya belum diketahui.
Selama ini obat tradisional memang sering dipandang sebelah mata oleh dunia medis, meski tidak dipungkiri dunia medis saat ini juga mengakui adanya pengobatan herbal dan fitofarmaka. Alasan beberapa dokter mengapa tidak menggunakan herbal sebagai obat utama adalah karena proses pengobatan yang lama dibandingkan obat konvensional, juga terkadang beberapa herbal kurang praktis dalam sisi penyajian, misalnya harus diseduh dan disaring, sehingga repot dan menurunkan kepatuhan minum obat.
Sebagian besar obat tradisional belum terstandarisasi, jadi belum diketahui benar apa dan seberapa besar kandungan bahan aktif obat didalamnya. Obat tradisional diolah secara tradisional jadi belum melalui uji klinis, sehingga tidak diketahui bagaimana obat ini bekerja, bagaimana diserap dan dimetabolisme tubuh serta bagaimana setelah diproses dalam tubuh akan dibuang, apakah melalui ginjal atau melalui empedu, kemudian apabila dicampur dengan obat herbal lain atau obat kimia terdapat reaksi atau tidak.

Memilih Obat Konvensional
Dari segi medis, sampai saat ini untuk proses penyembuhan seorang pasien sebagian besar memang masih menggunakan obat konvensional. Obat-obatan tersebut memang sudah memiliki ijin dari badan kesehatan dunia (WHO).
Obat konvensional memiliki referensi yang kuat dari dunia. Karena obat itu sebelum dikeluarkan untuk dipakai pada pasien harus melalui proses penelitian dan uji klinis yang panjang, bisa 10 sampai 20 tahun. Pertama diujikan pada binatang baik yang sehat atau sakit, setelah berhasil baru diujikan pada manusia sehat. Dari situlah dapat diketahui bagaimana farmakologi obat, manfaat, efek samping, indikasi dan kontraindikasi obat tersebut, karna telah melalui proses penelitian yang panjang oleh berbagai ahli. Jika dalam uji klinis yang panjang tersebut salah satunya ada yang gagal maka obat tersebut belum mendapatkan ijin, jadi obat yang sudah disetujui oleh WHO itu harus benar-benar efektif dan aman untuk dikonsumsi manusia.
Masyarakat sering salah beranggapan kalau obat konvensional itu efek sampingnya banyak, hal ini jelas kurangnya pengetahuan masyarakat tentang obat, justru karna melalui penelitian yang panjang akhirnya diketaui efek sampingnya, selama efek tersebut tidak berbahaya dan lebih kecil dari manfaat obatnya kenapa tidak digunakan, dan juga efek samping tidak selalu muncul pada setiap orang.
Dari segi harga bervariasi, namun obat konvensional sedikit lebih mahal karena diolah dengan menggunakan teknologi yang canggih serta melalui berbagai macam penelitian yang dilakukan oleh para ahli kedokteran dan farmasi. Namun jangan kuatir masalah harga, karena jaman sekarang ada obat generik yang harganya jauh lebih murah dan efektivitasnya tak kalah dengan obat paten.
Sebenarnya obat konvensional pun berasal dari bahan tradisional yang diambil bahan aktifnya, sehingga merupakan bahan obat murni. Efek pengobatannya berlangsung cepat mengurangi keluhan pasien. Obat diberikan dengan tujuan tertentu. Ada yang sifatnya kuratif yaitu menyembuhkan misalnya antibiotik untuk menyembuhkan penyakit akibat infeksi bakteri. Ada yang sifatnya simptomatik yaitu mengurangi gejalanya, misalnya paracetamol untuk menurunkan demam. Ada juga yang sifatnya paliatif yaitu pengobatan yang fungsinya untuk mengurangi penderitaan pasien saja karena penyakit pasien yang tidak bisa disembuhkan seperti kanker stadium akhir.
Beberapa orang awam terkadang mengobati diri sendiri dengan mengkonsumsi obat racikan dengan membeli sendiri obat di apotek, hal inilah yang meningkatkan efek samping obat karena tidak diminum sesuai aturan apalagi kalo obat tersebut dicampur dengan obat herbal atau jamu, bisa terjadi reaksi obat yang tidak diinginkan.
Berkonsultasilah dengan dokter apakah obat yang anda minum saling berinteraksi atau tidak. Jangan sampai obat yang anda minum memiliki efek yang sama sehingga terjadi kelebihan dosis yang mengakibatkan meningkatkan efek samping.
Tidak semua masalah kesehatan dapat diatasi dengan pengobatan konvensional, dalam kenyataannya saat ini pengobatan tradisional telah dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas. Memperhatikan hal tersebut di atas dan terjadinya pergeseran pola penyakit dari infeksi ke degeneratif, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, mengakibatkan kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan pengobatan yang berkualitas.

Hendaknya masyarakat tahu keuntungan dan kerugian penggunaan obat konvensional maupun obat tradisional, sehingga dapat memilih dengan tepat mana obat yang sesuai dengan kebutuhan, bahkan kombinasi dimungkinkan selama tidak ada interaksi obat.