Ditulis berdasarkan keprihatinan saya terhadap penggunaan antibiotik yang seperti kacang, asal telan kalo suka asal berhenti kalo suka, sok pinter beli obat sendiri layaknya sedang main dokter2an
Seorang ibu datang memeriksakan anaknya
yang berusia 4 tahun karena batuk pilek yang tak kunjung sembuh. Sang ibu
mengatakan bahwa anaknya sudah minum obat antibiotik yang dibeli dari apotek,
kata sang ibu “ini lho dok obat yang saya beli di apotek, obatnya mahal 1
tabletnya seharga tiga puluh lima ribu. Dulu waktu saya sakit saya diberi resep
ini, lalu anak saya juga saya beri obat ini tapi dosisnya setengah”. Betapa
kagetnya saya ketika saya lihat obat itu, obat itu berisikan levofloksasin, antibiotik
golongan quinolon yang tidak aman untuk anak-anak.
Resistensi
Antibiotik
Resistensi antibiotik adalah suatu keadaan dimana suatu jenis
bakteri dalam tubuh manusia menjadi kebal sehingga tidak responsif terhadap
antibiotik. Resistensi ini dapat berkembang secara alami melalui mutasi genetik
pada bakteri atau bisa juga terjadi akibat pemakaian antibiotik yang tidak
tepat.
Setelah gen resisten dihasilkan, bakteri tersebut dapat
mentransfer informasi genetik pada bakteri lainnya melalui pertukaran plasmid.
Mereka kemudian akan mewariskan sifat itu kepada keturunannya sehingga akan
menjadi generasi resisten. Bakteri tersebut dapat memiliki satu atau lebih gen
resistensi, bila satu kelompok bakteri memiliki kekebalan lebih dari satu
antibiotik maka disebut bakteri multiresisten.
Resistensi antibiotik merupakan masalah yang sulit dalam
dunia medis. Pengobatan untuk pasien menjadi lebih sulit ketika pasien tersebut
terinfeksi bakteri yang resisten antibiotik. Beberapa jenis bakteri
saat ini mampu menghasilkan enzim yang membuatnya jadi resisten terhadap
antibiotik sehingga dapat menghancurkan kerja antibiotik. Akibatnya bakteri
yang memiliki kekebalan kemudian dengan cepat berkembang biak dan menghasilkan
koloni baru yang makin sulit dilumpuhkan. Karena itu para ahli berusaha membuat
obat-obatan yang mampu menghambat produksi enzim tersebut agar antibiotik dapat
semakin efektif.
Penyebab
Resistensi Antibiotik
Penyalahgunaan antibiotik adalah penyebab umum resistensi
antibiotik, misalnya penggunaan
antibiotik untuk infeksi virus. Banyak orang yang
menganggap antibiotika sebagai obat yang mampu menyembuhkan segala macam penyakit.
Banyak pasien berharap atau meminta
dokter untuk meresepkan antibiotik ketika terkena flu dan pilek. Padahal,
antibiotik hanya untuk mengobati infeksi bakteri, bukan infeksi virus. Antibiotik
hanya diperlukan bila sakit batuk pilek sudah ditumpangi infeksi sekunder oleh
bakteri. Sebagian besar flu sebenarnya tidak memerlukan antibiotik.
Seperti halnya kasus
diatas, masyarakat awam pun terbiasa mengonsumsi antibiotika dengan mudahnya
hanya karena sedang menderita batuk, pilek, demam, diare atau gejala
ringan lain yang sama sekali belum ditegakkan diagnosis klinisnya. Padahal
gejala ringan seperti itu sebenarnya bisa diatasi dengan istirahat yang cukup,
asupan nutrisi yang baik, dan dengan obat-obatan simptomatis untuk mengatasi
gejala penyakit.
Selain itu, masyarakat
juga sering menganggap sepele pemakaian antibiotika. Kebiasaan masyarakat yang
tidak meminum antibiotika sampai tuntas karena merasa sudah sembuh. Misal, seorang
pasien yang mendapat antibiotika sebanyak 15 tablet untuk pengobatan selama 5
hari, ternyata hanya mengonsumsi antibiotika untuk 2 hari saja karena merasa
dirinya sudah sehat. Dosis
antibiotik harus dihabiskan secara penuh, bila berhenti meminum antibiotik sebelum
waktunya maka beberapa bakteri yang masih hidup akan menjadi resisten terhadap
pengobatan antibiotik di masa depan.
Penggunaan antibiotika
yang sembarangan merupakan faktor penyumbang terbesar terjadinya resistensi
antibiotika. WHO juga menyebutkan kualitas obat-obatan yang rendah, program
pencegahan dan pengendalian penyakit yang lemah juga mempercepat penyebaran
resistensi antibiotika. Hal ini diperparah lagi dengan rendahnya tingkat
penemuan antibiotika baru untuk membunuh bakteri yang resisten. Jika keadaan
ini terus berlanjut, maka dapat dipastikan akan banyak penyakit yang tidak
dapat disembuhkan di masa mendatang.
Dampak
Resistensi Antibiotik
Masalah resistensi
antibiotik terjadi oleh karena pemberian antibiotik yang tidak sesuai indikasi,
dosis tidak adekuat, kombinasi antibiotik yang tidak perlu, serta antibiotik
profilaksis yang tidak perlu. Resistensi antibiotik mengakibatkan pembiayaan
yang besar, bayangkan ketika flu biasa diobati dengan antibiotika berlebih, hal
ini menimbulkan resistensi. Adanya resistensi ini mendorong dokter untuk
meningkatkan dosis, apabila peningkatan dosis ini tidak direspon baik oleh
pasien maka akan timbul efek samping obat.
Adanya resistensi
antibiotik dapat memperpanjang durasi sakit serta meningkatnya kematian. Ketika
seharusnya pasien yang dirawat inap di rumah sakit sembuh dengan pemberian
antibiotika standart selama 4 sampai 5 hari, karena tidak responsif terhadap
antibiotika maka terkadang dokter harus mengganti antibiotik lain dengan durasi
yang sama. Dokter
cenderung harus menggunakan antibiotik yang lebih kuat dan lebih mahal untuk
pasien tersebut. Tak jarang memburuknya kondisi pasien
akibat infeksi berat karena tidak responsif terhadap berbagai macam antibiotik
sehingga harus berakhir pada perawatan di ruangan ICU (intensive care unit).
Pencegahan
Resistensi Antibiotik
Resistensi antibiotik pada bakteri bisa dikurangi dengan pemakaian antibiotik secara bijaksana dan rasional. Baik
dokter maupun pasien dapat ikut berperan dalam mengurangi penyalahgunaan
antibiotik. Antibiotik hanya digunakan ketika infeksi bakteri telah terjadi. Tanda
inflamasi (peradangan) seperti demam belum tentu menunjukkan adanya suatu
infeksi, ketika seorang anak tumbuh gigi juga terkadang badannya terasa hangat.
Adanya infeksi dalam tubuh juga belum tentu infeksi bakteri sehingga penggunaan
antibiotik bisa ditunda apabila tanda-tanda infeksi bakterial belum jelas.
Pemakaian antibiotik untuk infeksi virus bukan hanya
membuang-buang biaya, tetapi dapat berefek meningkatkan resistensi antibiotik. Penyakit
seperti batuk, pilek dan diare pada umumnya tidak memerlukan antibiotika karena
disebabkan oleh virus sehingga dapat sembuh dengan sendirinya asal kondisi
kekebalan tubuh pasien baik.
Penggunaan antibiotika harus
sesuai dengan dosis dan jangka waktu yang diresepkan. Antibiotika yang
diberikan kepada pasien telah dirancang untuk menyelesaikan satu episode
pengobatan, setiap
pasien harus menyadari bahwa antiobiotik harus tetap diminum sampai habis
meskipun gejala-gejala penyakit sudah hilang. Jika anda tidak
meminumnya dengan tuntas maka bakteri yang tidak mati karena antibiotika akan
terus hidup dan berkembang menjadi bakteri resisten sehingga saat diberi
antibiotika yang sama, anda tidak akan sembuh karena bakteri penyebab infeksi
telah menjadi kebal.
Penggunaan antibiotika harus
sesuai dengan petunjuk Dokter, terutama pengobatan untuk pasien dalam kondisi
khusus, anak-anak, lansia, ibu hamil dan ibu menyusui. Dokter anda akan
memilihkan antibiotik sesuai dengan kondisi sakit anda sehingga aman dan
efektif. Apabila anda memiliki suatu alergi terhadap antibiotika, ingatlah
jenis antibiotika tersebut dan ingatkan pada dokter kalau anda memiliki alergi
terhadap obat tertentu. Dokter akan memberikan alternatif pengobatan yang
sesuai dengan kondisi sakit anda.
Jangan sembarangan
mengonsumsi antibiotika apalagi membeli antibiotika secara bebas tanpa resep
dokter. Belilah antibiotika yang sudah diresepkan pada anda di apotek agar
terhindar dari resiko membeli obat palsu atau obat yang tidak berkualitas. Saat
menebus resep di apotek, tanyakan kepada apoteker manakah obat yang mengandung
antibiotika.
Jika antibiotika yang
anda minum telah habis segera hubungi Dokter. Jangan langsung membeli
antibiotika berdasarkan resep dokter terdahulu, karena kondisi sakit anda yang
sekarang jelas berbeda dengan kondisi sakit anda yang terdahulu.
Pencegahan resistensi
antibiotik yang efektif adalah dengan mencegah penularan infeksi baik oleh
masyarakat ataupun oleh tenaga medis di rumah sakit. Apabila infeksi tidak
ditularkan ke orang lain maka secara tidak langsung pemakaian antibiotik akan
terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar